dakwatuna.com – Setiap orang pasti pernah melakukan kemaksiatan, siapapun itu. Kemaksiatan tidak pernah mengenal apakah dia kaum ningrat ataukah kaum kelas bawah. Tidak pernah memilih, apakah ia seorang kyai ataukah santri. Tidak pernah memihak, apakah ia seorang politikus ataukah seorang agamawan. Semuanya pernah terjerat dengan tali maksiat dan juga terjerembab dalam kubangan anyir dosa. Tidak bisa dipungkiri, bahwa setiap manusia itu berpotensi untuk melakukan kemaksiatan. Entah itu kemaksiatan yang levelnya kacangan sampai yang levelnya elit. Kemaksiatan juga bisa dilakukan manusia kepada Khalik maupun makhluk.
Diri dan anatomi tubuh manusia mempunyai potensi besar untuk berbuat maksiat. Hati seringkali terkubur dalam lumpur dendam, dengki, iri hati, sombong dan kikir. Mata seringkali bergerilya ke tempat yang haram. Tekstur lidah yang semakin lentur ketika menggunjing saudaranya, berdusta, menuduh, mengadu domba, mencela, berkata-kata kotor dan lain-lain. Telinga lebih aktif untuk mendengarkan ringtone gosip serta hal-hal yang tidak baik lainnya. Tangan yang suka menjamah wanita yang tidak halal baginya, mengambil barang yang bukan haknya, memukul tanpa ada hak, membunuh, bermain judi dan menyiksa binatang. Kaki terkadang diayunkan menuju tempat-tempat maksiat, menendang temannya, berjalan di depan orang yang sedang shalat dan lain sebagainya.
Sebenarnya, hati ibarat kapas yang putih bersih. Sedangkan kemaksiatan ibarat tinta hitam. Setiap orang berbuat maksiat, maka hatinya ternoda oleh tinta hitam tersebut. Sehingga ketika ia terus-terusan berbuat maksiat, maka noktah hitam itu pun semakin memadati hatinya dan kemudian menjadikan hati tersebut hitam legam tertelungkup noda maksiat. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits, Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah noktah hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan noktah hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “al-Raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.” (H.r. at-Tirmidzi no. 3334, Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.)
Al-Hasan al-Bashri berkata, “Yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun mati.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Al-Qurthubah, 14/268).
Kaitannya dengan hal ini, di dalam al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah tulisan Imam Al-Qurthubi, Ibrahim bin Adham salah seorang ulama sufi memberikan nasihat yang sungguh luar biasa bagi orang yang seringkali melakukan kemaksiatan. Jika seseorang bisa melaksanakan enam syarat ini, maka silahkan bermaksiat sesuka hatimu.
Pertama,jika hendak melakukan maksiat maka jangan kamu makan rezeki Allah.
Bagaimanakah manusia bisa hidup jika tidak diperkenankan untuk menikmati rezeki Allah? Padahal semua kenikmatan yang terhampar di alam semesta adalah berkah dan karunia dari Allah. Rezeki Allah terhampar di manapun kita berada. Entah itu di gunung, perut bumi, dasar lautan, mengucur dari langit, semuanya adalah rezeki dari Allah dan bahkan udara yang kita hirup tiap harinya adalah rezeki dari Allah.
Kedua, jika hendak melakukan maksiat jangan kamu tinggal di bumi Allah.
Di bumi mana lagi kita akan tinggal? Gunung, angkasa, planet-planet dan bahkan galaksi-galaksi lain-pun, semuanya kepunyaan Allah. Lantas di manakah kita hendak tinggal? Fikirkanlah!
Ketiga,jika hendak melakukan maksiat maka berbuatlah di tempat yang tidak terlihat oleh Allah.
Bagaimana bisa? Pengetahuan Allah adalah pengetahuan yang tidak terbatas. Tidak seperti pengetahuan makhluk-makhluk-Nya. Bahkan, Allah mengetahui segala yang gaib, segala yang tertanam di hati dan juga segala pandangan-pandangan yang khianat. Allah tidak pernah luput dari semua kejadian yang terhampar di alam mayapada ini. Lantas, di manakah kita hendak mencari tempat untuk bermaksiat?
Keempat,jika malaikat maut datang hendak mencabut nyawamu, maka katakan kepadanya, “Tunggulah dulu, saya mau bertaubat.”
Bisakah kamu menolak malaikat maut yang hendak mencabut nyawamu? Jika kamu berfikir bisa untuk menolaknya, maka silahkan bermaksiat sesuka hatimu. Setiap perbuatan akan melahirkan konsekuensi dan setiap konsekuensi akan melahirkan salah satu di antara dua hal berikut yaitu kebahagiaan ataukah penderitaan. Itu adalah pilihan, silahkan memilih!
Kelima, apabila datang kepadamu malaikat Munkar dan Nakir, maka lawanlah dengan seluruh kekuatanmu jika kamu mampu.
Keenam,Sekiranya malaikat Zabaniah penjaga Neraka datang hendak menyeretmu ke dalamnya, maka katakan kepadanya bahwa kamu tidak akan mengikutnya. Sekiranya engkau dapat berbuat demikian, maka silahkan untuk melakukan maksiat.
Saudaraku, jika kita tidak bisa melakukan semua syarat yang tersebut diatas, maka masihkah kita bermaksiat kepada Allah sedangkan kita memakan rezeki-Nya? Masihkah kita bermaksiat kepada Allah sedangkan kita tinggal di bumi-Nya? Masihkah kita bermaksiat kepada Allah sedangkan Allah Maha Mengetahui segalanya dan Maha Mengetahui segala hal yang tersembunyi? Masihkah kita bermaksiat kepada Allah sedangkan kita tidak kuasa menolak malakul maut yang hendak mencabut nyawa kita? Masihkah kita melakukan maksiat sedangkan kita tidak kuasa melawan makarnya malaikat Munkar dan Nakir? Dan masihkah kita bermaksiat sedangkan kita tidak mampu melawan keganasan malaikat Zabaniyah?
Marilah kita memperbanyak muhaasabah terkait kemaksiatan-kemaksiatan yang seringkali kita perbuat. Memperbanyak untuk mengingat kematian karena kematian adalah obat mujarab untuk mengobati diri kita dari virus kemaksiatan.
Imam al-Daqqaq berkata, “Barangsiapa memperbanyak mengingat mati, dia dikaruniai tiga perkara: menyegerakan taubat, hati yang qana’ah, dan semangat beribadah.” (Imam al-Qurtubi, al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umuri al-Akhirah).
Ibnu al-Qayyim berkata, “Jika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran.” (al-Daa’ wa al-Dawaa’, hal. 107).
Semoga ulasan ringkas ini menjadi motivasi bagi kita untuk menghidari kemaksiatan sebisa mungkin. Karena sejatinya, kemaksiatan hanya mengerdilkan hati dan mematikan rasa.
Sumber: oleh Taqwim Hasan http://www.dakwatuna.com/2014/05/17/51404/enam-syarat-bermaksiat/#ixzz32EFdEMwG
0 komentar:
Post a Comment