Al-Quran sebagai kitab suci, menjadi bagian tak terpisahkan dari
kehidupan seorang muslim. Bukan saja sebagai bacaan dalam sholat dan
tilawah, namun juga sebagai panduan dalam menghadapi segala tantangan
kehidupan. Karena itu menjadi hal yang mutlak bagi seorang muslim, untuk
senantias memperkuat interaksinya dengan Al-Quran. Namun kenyataan
berbicara hal yang berbeda. Sejak dahulu ada kecenderungan Al-Quran
terlalaikan oleh kaum muslimin itu sendiri. Inilah isyarat yang
terungkap dalam ayat Al-Quran :
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
“Dan berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan“ (QS Alfurqon 30)
Meskipun konteks asbabun nuzul ayat tersebut terkait pengingkaran
serta ketidakpedulian kaum kafir Qurays saat Rasulullah SAW menawarkan
dan membacakan ayat Al-Quran di hadapan mereka, namun kita bisa
mengambil ibroh umum dari ayat tersebut. Sebagaimana disebutkan oleh
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, bahwa yang dimaksud dengan lafadz “
mahjuuro” itu bisa berarti : tidak mempelajari dan menghafalkan
Al-Quran, tidak mengimani serta mentadabburinya, tidak menjalankan
perintah-perintah yang terkandung di dalamnya, serta bahkan berpaling
dari Al-Quran atau sibuk dengan hal lainnya. Dengan penjelasan Ibnu
Katsir tersebut, jika kita renungkan dengan konteks hari ini, maka
betapa tepat dan riil apa yang dikeluhkan Rasulullah SAW dalam ayat
tersebut, tentang mulai ditinggalkannya Al-Quran dalam kehidupan banyak
muslim.
Al-Quran sejatinya mempunyai manfaat dan pengaruh luar biasa dalam
kehidupan seorang muslim. Banyak ayat menyebutkan tentang fungsi
Al-Quran, salah satunya yang dijelaskan dalam surat Yunus 57 :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ
وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”
Dalam ayat di atas Al-Quran sesungguhnya mampu menjadi : mauidhoh (
nasehat atau pelajaran), begitu juga Syifaa lima fis sudhur (penyembuh
hati), huda (petunjuk atau panduan), dan tentu saja menjadi rahmat dan
anugerah bagi kaum beriman. Jika kaitkan dengan realita ditinggalkan
dan diacuhkannya Al-Quran, maka betapa banyak kaum muslimin yang
mempunyai dan membaca Al-Quran, namun tak kunjung juga merasakan
kedahsyatan fungsi Al-Quran tersebut. Hal ini sesungguhnya banyak
disebabkan karena minimnya interaksi kita dengan Al-Quran.
Lalu bagaimana idealnya seorang muslim dalam berinteraksi dengan
Al-Quran ? Sejauh manakah interaksi kita selama ini dengan Al-Quran.
Apakah cukup dengan membaca Al-Quran setiap hari dengan target beberapa
halaman misalnya ? Setidaknya 7 hal berikut ini bisa menjadi bahan
renungan dan lecutan tentang apa-apa saja yang semestinya kita
tingkatkan untuk mendekatkan interaksi kita dengan Al-Quran.
Lalu bagaimana idealnya seorang muslim dalam berinteraksi dengan
Al-Quran ? Sejauh manakah interaksi kita selama ini dengan Al-Quran.
Apakah cukup dengan membaca Al-Quran setiap hari dengan target beberapa
halaman misalnya ? Setidaknya 7 hal berikut ini bisa menjadi bahan
renungan dan lecutan tentang apa-apa saja yang semestinya kita
tingkatkan untuk mendekatkan interaksi kita dengan Al-Quran.
Pertama : Mendengarkan dan Menyimak Al-Quran
Bentuk yang paling mendasar dan sederhana dalam interaksi kita terhadap
Al-Quran adalah dengan mendengarkan dengan seksama atau menyimak. Allah
SWT mengingatkan salah satu sebab terbukanya pintu rahmat-Nya adalah
ketika kita mendengarkan dan menyimak saat Al-Quran dibacakan. Firman
Allah SWT :
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan
perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat “ ( QS Al A’rof
204)
Hal yang berkebalikan ditunjukkan oleh kaum kafir qurays, yang
senantiasa menghindar atau meremehkan ayat-ayat Al-Quran yang dibacakan.
Sangat penting bagi kita untuk mengalokasikan waktu untuk menyimak
bacaan Al-Quran, karena bisa jadi bacaan kita masih banyak yang salah
dan hal itu menjadi koreksian bagi kita, ataupun karena memang kita
ingin mendengarkan lantunan Al-Quran yang lebih merdu dan menggugah. Ini
bukan hal yang aneh, bahkan sekelas Rasulullah SAW pun pernah meminta
sahabat secara khusus untuk membacakan untuknya ayat Al-Quran.
Kedua : Membaca dengan Tajwid
Perintah membaca Al-Quran serta keutamaan tilawahnya terserak dalam
banyak riwayat hadits. Yang perlu kembali kita renungkan adalah yang
terkait dengan adab-adab tilawah. Dengan kesempurnaan tajwid dan
memenuhi adab tilawah, maka akan semakin dekat interaksi dengan
Al-Quran. Perlu diperhatikan juga target dalam menyelesaikan khataman
Al-Quran, sebagaimana juga mengincar keberkahan dengan membaca
surat-surat tertentu untuk momentum-momentum tertentu, seperti membaca
surat Al-Kahfi pada hari Jumat.
Ketiga : Menjaga dan Menghafalkan
Al-Quran dijamin oleh Allah SWT akan terpelihara dari segala kesalahan
dan kekeliruan dalam ayat-ayatnya. Salah satu bukti yang paling nyata
adalah banyaknya para huffadz sepanjang lintasan sejarah kaum muslimin.
Secara khusus, Rasulullah SAW jelas memotivasi kita untuk berupaya
mengumpulkan Al-Quran dalam dada kita, dalam arti berupaya
menghafalkannya. Beliau bersabda :
“Orang yang tidak mempunyai hafalan Al Qur’an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh.” (HR. Tirmidzi)
Keempat : Memahami dan Mentadabburi
Bentuk interaksi kita berikutnya terhadap Al-Quran adalah, dengan
berupaya mengkaji dan memahami ayat-ayatnya. Hal ini biasa disebut
dengan tadabbur, yang bisa kita lakukan melalui majelis-majelis
pengajian tafsir, buku-buku, atau sarana lainnya. Dalam proses tadabbur
kita akan banyak mendapatkan pencerahan yang luar biasa, dan senantiasa
bertambah terus dari waktu ke waktu. Inilah mungkin yang diisyaratkan
dalam firman Allah SWT :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“ Apakah mereka tidak mentadabburi alquran, ataukah pada hati-hati mereka (terletak) kunci gemboknya ?” (QS Muhammad 24)
Seorang sahabat ada yang menjelaskan salah satu maksud dalam ayat di
atas, yaitu setiap manusia dalam hatinya terkunci dengan gembok-gembok,
yang mana hanya bisa dibuka dengan tadabbur dan pemahaman yang baik
terhadap al-quran.
Kelima : Belajar, Mengajarkan, Mendakwahkan
Bentuk interaksi lainnya adalah belajar, mengajarkan dan mendakwah
Al-Quran. Inilah yang disebut sebagai ciri generasi Robbani yang
disebutkan dalam Surat Ali Imron 79 : tetapi (dia berkata): “Hendaklah
kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al
kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya . Sebagaimana pula
motivasi Rasulullah SAW kepada kita dalam sabdanya yang sudah sangat
terkenal : “yang paling baik diantara kalian adalah mereka yang belajar
dan mengajarkan Al-Quran”
Karena itulah perlu kita membuat dan menghadirkan majelis-majelis
al-quran, dalam bentuk pengajian, kajian maupun halaqoh-halaqoh
al-quran, dimana keistimewaannya begitu gamblang dijelaskan di dalam
hadist riwayat muslim : “ Tidaklah sebuah kaum berkumpul di salah satu
rumah-rumah Allah, mereka membaca AlQuran dan saling mempelajari
diantara mereka, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, rahmat
Allah akan meliputi mereka, malaikat pun menaungi mereka, bahkan Allah
SWT menyebutkan nama-nama mereka kepada yang ada di sisi-Nya” (HR Muslim
dari Abu Hurairoh)
Keenam : Mengaplikasikan dalam Kehidupan Sehari-hari
Al-Quran adalah kitab aplikatif yang berisi larangan, perintah serta
panduan bagi seorang muslim untuk bersikap dalam kehidupannya
sehari-hari. Karenanya merupakan kewajiban seorang muslim, lebih khusus
lagi mereka aktifis dakwah dan pegiat pengajian untuk menjadi yang
pertama berupaya melaksanakan perintah dan panduan al-Quran, sebelum
tampil keluar berdakwah dan menyeru kepada manusia lainnya. Allah SWT
mengingatkan hal ini dengan begitu jelas dalam firman-Nya : “
mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab ?
Maka tidaklah kamu berpikir? “ (QS Baqoroh 44)
Ketujuh : Membela dan Mensyiarkan
Yang terakhir Al-Quran sebagai salah satu syiar dan simbol dalam Agama
ini haruslah mendapat tempat yang terhormat dalam hati kita, diagungkan
sebagai bukti ketakwaan diri. Allah SWT berfirman : Barang siapa
mengagungkan syiar Allah, maka itu adalah bagian dari ketakwaan dalam
hati (QS Al Hajj 32)
Karena itulah, saat ada orang-orang yang melecehkan dan menghinakan
Al-Quran, baik secara fisik maupun dengan mengubah-ubah arti dan
hukumnya, sangat layak bagi seorang muslim untuk terpanggil membela dan
meluruskan, meneguhkan dan mengembalikan pada ajaran Islam yang lurus
dan terjaga.
Akhirnya, semoga kita mampu mengaplikasikan tujuh hal di atas dalam
keseharian kita, agar menjadi lebih dekat terhadap Al-Quran, maka
bertambahlah keberkahan dan pengaruh Al-Quran dalam warna kehidupan
kita. Semoga Allah SWT memudahkan.
Semoga bermanfaat salam optimis !
Sumber : indonesiaoptimis.com