Dunia
Islam kini menyaksikan lahirnya berbagai harakah, tandzim, jama’ah dan
firqah Islamiyah yang beraneka ragam. Terdapat bermacam-macam madrasah
pemikiran, yang masing-masing memiliki manhaj tersendiri dalam
berkhidmat dan berjuang menegakkan Islam di muka bumi, sesuai dengan
penentuan sasaran, prioritas dan tahapannya.
Yusuf Qaradawi dalam bukunya Fiqhul Ikhtilaf
menyatakan bahwa tidaklah menjadi masalah adanya beberapa kelompok dan
jama’ah yang berjuang untuk menegakkan Islam, apabila hal itu merupakan ta’addudu tanawwu’ (perbedaan yang bersifat variatif) bukan ta’addudu ta’arudh (perbedaan
yang bersifat kontradiktif). Syarat lainnya, antar semua pihak ada
hubungan kerja dan koordinasi. Sehingga saling menyempurnakan dan
menguatkan. Dalam menghadapi masalah-masalah asasi dan keprihatinan
bersama harus mencerminkan satu barisan, laksana bangunan yang kokoh.
Tetapi pada kenyataannya—seperti diungkapkan Fathi Yakan dalam Aids Haraki—ta’addudiyah
(berbilangnya harakah, tandzim, jama’ah dan firqah Islamiyah) yang ada
kini tidak melahirkan kecuali semakin memuncaknya permusuhan. Ia
menghembuskan nafsu hasad dan dengki kepada sesama, yang pada akhirnya
mengakibatkan saling bertengkar dan saling intai kelemahan, yang
seharusnya saling memahami dan saling menutupi kesalahan.
Realita
yang diungkapkan Fathi Yakan diamini Anis Matta, menurutnya saat ini,
antar anggota harakah kerap terjadi pergesekan, baik langsung maupun
tidak. Yang langsung—misalnya—tampak dalam persaingan antar kelompok
harakah di kampus, sekolah, masjid, dan berbagai instansi lainnya yang
sudah tersentuh dakwah, untuk saling menonjolkan diri dan mengambil
peran yang lebih dominan.
Sementara
yang tidak langsung adalah melalui bias pencitraan tidak proporsional
tentang harakah lain yang dilakukan elit satu harakah terhadap
pengikutnya. Yang satu sering membid’ahkan yang lain, yang lain menuduh
antek Yahudi, yang satu lagi menuduh terlalu keras, sementara yang lain
lagi menuding terlampau toleran.
Proses
itu, secara bawah sadar, akan menciptakan identifikasi picik bahwa kita
benar dan mereka salah, dan pada gilirannya—secara bawah sadar
pula—akan menimbulkan kesadaran naïf bahwa mereka adalah lawan kita.
Para aktivis dakwah hendaknya mewaspadai fenomena ini. Jangan sampai ekses negative ta’aduddiyah tumbuh
subur tak terkendali sehingga memungkinkan musuh-musuh Islam
memanfaatkannya untuk menghancurkan harakah Islam itu sendiri. Sudah
saatnya para aktivis dakwah di berbagai harakah, tandzim, jama’ah dan
firqah Islamiyah saling bersinergi. Berupaya mendekatkan persepsi,
menyatukan hati, membersihkan diri dari ta’asshub (fanatisme) serta
membina suasana penuh ukhuwah, kerjasama dan saling memahami.
Mengapa harus bersinergi?
Dalil dari Al-Qur’an
Taujih
Rabbani dalam Al-Qur’an dengan jelas dan tegas menekankan kewajiban
bersinergi. Allah azza wa jalla menyeru orang-orang beriman agar
memelihara persatuan dan kesatuan. Firman-Nya:
Berpeganglah
kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai berai,
ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu
karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada
di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.(QS. Ali Imran, 3: 103)
“Janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah belah dan bertikai setelah datang sejumlah petunjuk kepada mereka.” (QS. Ali Imran, 3: 105)
Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat, 49: 10)
Bahkan lebih jauh, Al-Qur’an menegaskan bahwa berbantah-bantahan akan menyebabkan kegagalan dan hilangnya kekuatan:
Taatlah
kepada Allah dan rasul-Nya, janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gagal dan hilang kekuatan. Bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anfal, 8: 46)
Tanpa penafsiran yang ngejlimet ayat-ayat di atas dapat kita fahami dengan terang, bahwa Allah SWT menyeru setiap kita untuk selalu bersatu padu.
Dalil dari Sunnah
Seperti
halnya Al-Qur’an, sunnah nabawiyah pun menegaskan tentang pentingnya
bersinergi; saling mendukung dan bersatu padu. Rasulullah SAW bersabda,
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ
“Orang mukmin terhadap orang mukmin yang lain bagaikan bangunan yang sebagiannya menyangga sebagian yang lain.” (HR Bukhari dan Muslim)
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ
“Seorang
Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, ia tidak meremehkannya,
tidak menghinakannya, dan tidak menyerahkannya (kepada musuh).” (HR Muslim)
مَثَلُ
الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ
الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan
kaum Muslimin dalam cinta, kekompakan, dan kasih sayang bagaikan satu
tubuh, jika salah satu anggota tubuhnya mengeluh sakit, maka seluruh
anggota tubuh juga ikut menjaga dan berjaga.” (HR Bukhari)
Dalil dari realita
Realita
kompleksitas dan beratnya problematika dakwah kontemporer juga menjadi
dalil yang kuat guna mendorong setiap kita mau bersinergi. Abu Ridho
menandaskan bahwa krisis yang tengah melanda umat Islam saat ini tidak
lagi terkonsentrasi pada aspek-aspek tertentu dalam kehidupan umat,
melainkan menyentuh keseluruhannya. Hampir dalam semua segi kaum
muslimin mengalami kemunduran.
Hasan
Al-Banna mengungkapkan bahwa secara politik kaum muslimin terjajah oleh
musuh-musuhnya, sementara rakyatnya terpecah belah dalam intrik-intrik
kepartaian. Dalam bidang ekonomi system riba merajalela,
perusahaan-perusahaan asing menguasai hampir seluruh sector ekonomi dan
mengeksploitasi sumber daya alamnya. Dalam bidang pemikiran, berbagai
isme telah merancukan ideology, aqidah, kesadaran, dan pola pikir
putera-putera bangsanya.
Dalam
bidang social, dekadensi moral dan hedonisme telah mencabut akar
keluhuran budi pekerti dan rasa kemanusiaan yang mereka warisi dari
pendahulu-pendahulu mereka. Sementara demam kebarat-baratan telah
merubah gaya hidup dalam semua sisinya secara begitu cepat, secepat
aliran bisa ular yang menjalar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah,
dan akhirnya mengeruhkan ketenangannya. Dalam bidang yang sama mereka
dikuasai oleh undang-undang bumi (buatan manusia) yang belum pernah
terbukti mampu menghentikan langkah-langkah congkak para kriminalis,
mencegah kezhaliman, dan—di atas itu semua—takkan pernah sanggup
mengungguli perundang-undangan langit yang telah diletakkan oleh Sang
Maha Pencipta, Raja di raja dan Pemilik semua jiwa manusia.
Dalam
bidang pendidikan, bangsa-bangsa muslim dililit oleh system pendidikan
barat yang terbukti gagal membangun generasi penerus yang akan mengemban
amanah kebangkitan di masa datang. Selanjutnya, dalam bidang kejiwaan
ia telah dijangkiti oleh keputusasaan yang membinasakan, kemalasan dan
apatisme, kepengecutan dan kerendahdirian, sikap tidak jantan, egoisme,
dan kebakhilan, yang semua itu telah berhasil mengikis semangat
berkorban dan menyeret umat Islam keluar dari barisan para mujahidin
menuju barisan orang-orang yang lengah dan lalai.
Oleh
karena itu, setiap kita harus sadar, bahwa upaya memajukan Islam dan
umat Islam mustahil hanya diemban oleh satu harakah, tandzim, jama’ah
atau firqah Islamiyah tertentu. Ia pun mustahil dilakukan hanya dengan
satu bentuk pendekatan dakwah; apakah tabligh saja, taklim saja,
tarbiyah (pendidikan) saja, tatsqif (penyebaran wawasan) saja, amal
khidami (pelayanan) saja, iqtishadi (ekonomi) saja, siyasah (politik)
saja, jihad saja, dlsb. Terlebih lagi, gerakan Islam saat ini menghadapi
tantangan yang cukup berat. Realita dakwah gerakan Islam kontemporer
sangat berbeda dengan realita dakwah gerakan Islam pertama di masa lalu
yang dimotori oleh Rasulullah SAW,
- Dakwah Islam pertama merupakan suatu tatanan yang menghimpun seluruh kekuatan kaum muslimin, sedangkan gerakan Islam kontemporer hanya menghimpun sebagian dari mereka.
- Gerakan Islam pertama di masa lalu merupakan jama’atul muslimin, sedangkan gerakan Islam kontemporer hanyalah merupakan jama’ah minal muslimin. Inilah realitas yang menjadikan dakwah Islam pertama bergerak terpadu menghadapi jahiliyah, sedangkan gerakan Islam kontemporer berada dalam situasi yg sulit. Disamping dituntut untuk menghadapi gerakan jahiliyah kontemporer, ia juga dipaksa mengambil sebuah sikap yang sesungguhnya sulit, atas basis luas bangsa-bangsa muslim yang tidak tunduk padanya. Kondisi seperti ini banyak dimanfaatkan oleh tatanan-tatanan jahiliyah.
Langkah Menuju Sinergi
Mewujudkan
sinergi antar gerakan Islam mungkin bukan perkara mudah, tapi bukan
berarti tidak mungkin diwujudkan. Oleh karena itu setiap kita harus
mulai mencoba melangkah melakukan upaya pendekatan menuju sinergi.
Langkah tersebut bisa kita mulai dengan upaya-upaya berikut:
- Memahami ikhtilaf
- Melakukan hiwar haraki untuk mendekatkan persepsi
- Bekerjasama dalam masalah yang disepakati
Memahami ikhtilaf
Yusuf
Qaradawy memaparkan beberapa langkah menuju tercapainya saling
pengertian antar gerakan Islam dalam menyikapi ikhtilaf yang terjadi di
antara mereka.
Pertama, bahwa
untuk masalah-masalah furu’ perbedaan pendapat adalah sebuah kemestian
dan rahmat. Kemestian itu terjadi karena tabiat agama Islam memang
memberi peluang terjadinya perbedaan pendapat. Dalam kitab al-Arbain,
Imam An-Nawawi meriwayatkan hadits dari Daruquthni, “Sesungguhnya
Allah SWT telah membuat ketentuan-ketentuan, janganlah kamu
melanggarnya; telah mewajibkan sejumlah kebaikan, janganlah kamu
abaikan; telah mengharamkan banyak hal, janganlah kamu melanggarnya;
telah mendiamkan banyak masalah sebagai rahmat bagimu, bukan karena
lupa, janganlah kamu mencarinya.” Meminjam istilah Qaradawi, ada ‘kawasan kosong syariat’ yang sengaja Allah ta’ala sediakan.
Kedua, dengan
mengikuti manhaj pertengahan dan meninggalkan sikap berlebih-lebihan
dalam beragama. Meruncingnya ikhtilaf terjadi karena satu atau kedua
belah pihak mengambil sikap berlebihan dalam beragama. Sikap ghuluw
(berlebih-lebihan) dalam pelaksanaan agama sering menyebabkan seseorang
memandang rendah dan mencerca mereka yang tidak mengikutinya. Maka tak
heran jika Rasulullah mencela sikap ini, “Jauhkan dari kamu sikap
berlebih-lebihan dalam agama. Karena orang sebelum kamu hancur hanya
sebab berlebih-lebihan dalam agama.” (HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, Al-Hakim, Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban dari Ibnu Abbas).
Ketiga, mengutamakan muhkamat bukan mutasyabihat. Ayat muhkamat memberi kepastian, sedang ayat mutasyabihat
tanpa ilmu yang mendalam akan membuat seseorang yang mengikutinya
mempertentangkan ayat yang satu dengan lainnya. Dari Abdullah bin Amr
ra, ia berkata, “Rasulullah saw pernah keluar mendatangi dan
mengecam serta mengingkari para sahabat yang sedang berbantah-bantahan
tentang masalah taqdir.”
Keempat, tidak
memastikan dan tidak menolak dalam masalah-masalah ijtihadiyah.
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah pernah ditanya tentang orang yang mengikuti
sebagian ulama dalam masalah ijtihadiyah, apakah ia harus dihindari
atau diingkari? Beliau menjawab, “Segala puji milik Allah. Orang
yang dalam masalah-masalah ijtihadiyah mengamalkan sebagian pendapat
ulama, tidak boleh diingkari dan dihindari. Demikian pula orang yang
mengamalkan salah satu dari dua pendapat, tidak boleh dikecam. Jika
dalam suatu masalah terdapat dua pendapat, maka bagi orang yang telah
nampak mana yang lebih kuat boleh beramal sesuai dengannya. Tapi jika
tidak, ia boleh mengikuti sebagian ulama yang dapat dipercaya dalam
menjelaskan mana yang lebih kuat (rajah) di antara dua pendapat.”
Kelima, menelaah
perbedaan pendapat para ulama. Dengan penelaahan yang jernih akan
Nampak dalil-dalil yang melandasi perbedaan itu. Kemudian akan diketahui
bahwa lautan syariah itu amat dalam dan luas. Akan Nampak kebenaran
ungkapan, “Siapa yang tidak mengetahui ikhtilaf ulama, maka dia
bukan ulama. Siapa yang tidak mengetahui ikhtilaf para fuqaha, maka
hidungnya belum mencium bau fiqh.”
Melakukan hiwar haraki (dialog antar gerakan Islam) untuk mendekatkan persepsi
Anis Matta mengatakan bahwa frekuensi dialog bilateral antar harakah Islam perlu ditingkatkan, baik resmi maupun tidak resmi. Hiwar haraki yang
sistematis, kalau toh tidak menghasilkan kesepakatan akhir, minimal
akan memudahkan proses saling memahami dan mengerti antar sesama harakah
Islam. Dalam konteks realitas kita, menurutnya, hiwar haraki
itu membutuhkan dua hal: keluasan wawasan dan kematangan jiwa dalam
menyikapi perbedaan. Pada beberapa kasus, aspek kematangan jiwa sering
lebih dibutuhkan. Pasalnya, ada banyak konflik yang terjadi bukan
disebabkan perbedaan sudut pandang, melainkan ketidakmatangan jiwa para
peserta dialog.
Bekerjasama dalam masalah yang disepakati
Sungguh
sangat elok jika para aktivis pergerakan Islam mampu duduk dalam satu
majelis untuk merumuskan agenda bersama, menggarap masalah-masalah besar
yang dihadapi ummat seraya mengesampingkan pertentangan-pertentangan
kecil di antara mereka.
Marilah
kita bekerjasama dalam menanamkan nilai-nilai keimanan dan Al-Qur’an
pada jiwa generasi muda, dan membuang jauh-jauh perdebatan filsafat
serta ilmu Kalam dan pengaruh ajaran-ajaran lain yang menimbulkan
kebingungan dan pertentangan.
Marilah
kita bekerjasama dalam membentengi generasi muda dari wabah atheisme
dan segala ‘pengantar’nya berupa keraguan dan syubhat yang menggerogoti
aqidah dan mengotori pemikiran.
Marilah
kita bekerjasama dalam memperkuat keimanan umat kepada akhirat dan
keyakinan akan balasan. Marilah kita usir segala syubhat yang berusaha
mendangkalkan aqidah yang agung ini, atau segala bentuk syahwat yang
menggoda manusia sehingga melalaikannya dari keyakinan ini.
Mengapa
kita tidak bekerjasama dalam meningkatkan pengajaran rukun-rukun
amaliah Islam kepada kaum muslimin dan mencari cara yang terbaik untuk
mendakwahkannya kepada mereka. Mengapa kita tidak bekerjasama dalam
memperjelas, memperkokoh, dan menyampaikan pilar-pilar keimanan yang
enam dalam akal dan hati kaum muslimin dengan bahasa yang sederhana
sesuai dengan kesederhanaan Islam.
Marilah kita bekerjasama dalam mensosialisasikan makarimul akhlaq pada
diri generasi muda dan tua. Marilah kita bekerjasama dalam mengusir
segala kerendahan dan kenistaan yang bertentangan dengan nilai-nilai
kebaikan.
Marilah
kita bekerjasama dalam memelihara, mengaplikasikan, dan melindungi
syariah dari permainan orang-orang yang ingin mengubah hal-hal yang qath’i (tegas dan gamblang) menjadi hal-hal yang zhanni (samar-samar); hal-hal yang muhkamat menjadi hal-hal yang mutasyabihat.
Marilah
kita bekerjasama dalam mengajarkan ‘alfabeta’ Islam dan dasar-dasar
aqidah, ibadah, akhlak dan adab yang tidak diperselisihkan oleh para
ulama. Kita pun perlu bekerjasama menyampaikan dakwah Islam kepada semua
penduduk bumi dengan bahasa yang mereka pahami, agar mereka dapat
mengenal Islam secara benar dan tidak menjadi korban kejahatan
musuh-musuh Islam yang merusak gambaran agama yang hanif ini.
Mengapa kita tidak bekerjasama menggarap pekerjaan yang sangat besar ini serta mempersiapkan para da’i dan dana yang memadai?
Mengapa para pemikir dan aktivis Islam tidak melupakan perselisihan mereka mengenai masalah-masalah juz’iyyah ijtihadiyah,
untuk kemudian menyatukan barisan dan front mereka dalam menghadapi
kekuatan-kekuatan besar yang bersepakat menghancurkan mereka? Kenapa
harus berputar pada masalah yang diperselisihkan yang menyebabkan kita
lalai mengerjakan masalah lain yang kita sepakati yang jumlahnya jauh
lebih banyak?
Maraji
Fiqhul Ikhtilaf, DR. Yusuf Qaradawi
Aids Haraki, Fathi Yakan
Dari Gerakan ke Negara, H.M. Anis Matta
Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Hasan Al-Banna
Waqfah Tarbawiyah, Lembaga Pengkajian Da’wah Islamiyah
Madah Tarbiyah, Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah Islamiyah
sumber : http://al-intima.com/harakatuna/sinergi-gerakan-islam
1 komentar:
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
Post a Comment