17 February, 2012

Sinergi Gerakan Islam

Dunia Islam kini menyaksikan lahirnya berbagai harakah, tandzim, jama’ah dan firqah Islamiyah yang beraneka ragam. Terdapat bermacam-macam madrasah pemikiran, yang masing-masing memiliki manhaj tersendiri dalam berkhidmat dan berjuang menegakkan Islam di muka bumi, sesuai dengan penentuan sasaran, prioritas dan tahapannya.


Yusuf Qaradawi dalam bukunya Fiqhul Ikhtilaf menyatakan bahwa tidaklah menjadi masalah adanya beberapa kelompok dan jama’ah yang berjuang untuk menegakkan Islam, apabila hal itu merupakan ta’addudu tanawwu’ (perbedaan yang bersifat variatif) bukan ta’addudu ta’arudh (perbedaan yang bersifat kontradiktif). Syarat lainnya, antar semua pihak ada hubungan kerja dan koordinasi. Sehingga saling menyempurnakan dan menguatkan. Dalam menghadapi masalah-masalah asasi dan keprihatinan bersama harus mencerminkan satu barisan, laksana bangunan yang kokoh.

Tetapi pada kenyataannya—seperti diungkapkan Fathi Yakan dalam Aids Haraki—ta’addudiyah (berbilangnya harakah, tandzim, jama’ah dan firqah Islamiyah) yang ada kini tidak melahirkan kecuali semakin memuncaknya permusuhan. Ia menghembuskan nafsu hasad dan dengki kepada sesama, yang pada akhirnya mengakibatkan saling bertengkar dan saling intai kelemahan, yang seharusnya saling memahami dan saling menutupi kesalahan.

Realita yang diungkapkan  Fathi Yakan diamini Anis Matta, menurutnya saat ini, antar anggota harakah kerap terjadi pergesekan, baik langsung maupun tidak. Yang langsung—misalnya—tampak dalam persaingan antar kelompok harakah di kampus, sekolah, masjid, dan berbagai instansi lainnya yang sudah tersentuh dakwah, untuk saling menonjolkan diri dan mengambil peran yang lebih dominan.

Sementara yang tidak langsung adalah melalui bias pencitraan tidak proporsional tentang harakah lain yang dilakukan elit satu harakah terhadap pengikutnya. Yang satu sering membid’ahkan yang lain, yang lain menuduh antek Yahudi, yang satu lagi menuduh terlalu keras, sementara yang lain lagi menuding terlampau toleran.

Proses itu, secara bawah sadar, akan menciptakan identifikasi picik bahwa kita benar dan mereka salah, dan pada gilirannya—secara bawah sadar pula—akan menimbulkan kesadaran naïf bahwa mereka adalah lawan kita.

Para aktivis dakwah hendaknya mewaspadai fenomena ini. Jangan sampai ekses negative ta’aduddiyah tumbuh subur tak terkendali sehingga memungkinkan musuh-musuh Islam memanfaatkannya untuk menghancurkan harakah Islam itu sendiri. Sudah saatnya para aktivis dakwah di berbagai harakah, tandzim, jama’ah dan firqah Islamiyah saling bersinergi. Berupaya mendekatkan persepsi, menyatukan hati, membersihkan diri dari ta’asshub (fanatisme) serta membina suasana penuh ukhuwah, kerjasama dan saling memahami.

Mengapa harus bersinergi?

Dalil dari Al-Qur’an
Taujih Rabbani dalam Al-Qur’an dengan jelas dan tegas menekankan kewajiban bersinergi. Allah azza wa jalla menyeru orang-orang beriman agar memelihara persatuan dan kesatuan. Firman-Nya:

Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai berai, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.(QS. Ali Imran, 3: 103)

“Janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah belah dan bertikai setelah datang sejumlah petunjuk kepada mereka.” (QS. Ali Imran, 3: 105)

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat, 49: 10)

Bahkan lebih jauh, Al-Qur’an menegaskan bahwa berbantah-bantahan akan menyebabkan kegagalan dan hilangnya kekuatan:

Taatlah kepada Allah dan rasul-Nya, janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gagal dan hilang kekuatan. Bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anfal, 8: 46)

Tanpa penafsiran yang ngejlimet ayat-ayat di atas dapat kita fahami dengan terang, bahwa Allah SWT menyeru setiap kita untuk selalu bersatu padu.

Dalil dari Sunnah
Seperti halnya Al-Qur’an, sunnah nabawiyah pun menegaskan tentang pentingnya bersinergi; saling mendukung dan bersatu padu. Rasulullah SAW bersabda,

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ

“Orang mukmin terhadap orang mukmin yang lain bagaikan bangunan yang sebagiannya menyangga sebagian yang lain.” (HR Bukhari dan Muslim)

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, ia tidak meremehkannya, tidak menghinakannya, dan tidak menyerahkannya (kepada musuh).” (HR Muslim)

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan kaum Muslimin dalam cinta, kekompakan, dan kasih sayang bagaikan satu tubuh, jika salah satu anggota tubuhnya mengeluh sakit, maka seluruh anggota tubuh juga ikut menjaga dan berjaga.” (HR Bukhari)

Dalil dari realita
Realita kompleksitas dan beratnya problematika dakwah kontemporer juga menjadi dalil yang kuat guna mendorong setiap kita mau bersinergi. Abu Ridho menandaskan bahwa krisis yang tengah melanda umat Islam saat ini tidak lagi terkonsentrasi pada aspek-aspek tertentu dalam kehidupan umat, melainkan menyentuh keseluruhannya. Hampir dalam semua segi kaum muslimin mengalami kemunduran.

Hasan Al-Banna mengungkapkan bahwa secara politik kaum muslimin terjajah oleh musuh-musuhnya, sementara rakyatnya terpecah belah dalam intrik-intrik kepartaian. Dalam bidang ekonomi system riba merajalela, perusahaan-perusahaan asing menguasai hampir seluruh sector ekonomi dan mengeksploitasi sumber daya alamnya. Dalam bidang pemikiran, berbagai isme telah merancukan ideology, aqidah, kesadaran, dan pola pikir putera-putera bangsanya.

Dalam bidang social, dekadensi moral dan hedonisme telah mencabut akar keluhuran budi pekerti dan rasa kemanusiaan yang mereka warisi dari pendahulu-pendahulu mereka. Sementara demam kebarat-baratan telah merubah gaya hidup dalam semua sisinya secara begitu cepat, secepat aliran bisa ular yang menjalar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah, dan akhirnya mengeruhkan ketenangannya. Dalam bidang yang sama mereka dikuasai oleh undang-undang bumi (buatan manusia) yang belum pernah terbukti mampu menghentikan langkah-langkah congkak para kriminalis, mencegah kezhaliman, dan—di atas itu semua—takkan pernah sanggup mengungguli perundang-undangan langit yang telah diletakkan oleh Sang Maha Pencipta, Raja di raja dan Pemilik semua jiwa manusia.

Dalam bidang pendidikan, bangsa-bangsa muslim dililit oleh system pendidikan barat yang terbukti gagal membangun generasi penerus yang akan mengemban amanah kebangkitan di masa datang. Selanjutnya, dalam bidang kejiwaan ia telah dijangkiti oleh keputusasaan yang membinasakan, kemalasan dan apatisme, kepengecutan dan kerendahdirian, sikap tidak jantan, egoisme, dan kebakhilan, yang semua itu telah berhasil mengikis semangat berkorban dan menyeret umat Islam keluar dari barisan para mujahidin menuju barisan orang-orang yang lengah dan lalai.

Oleh karena itu, setiap kita harus sadar, bahwa upaya memajukan Islam dan umat Islam mustahil hanya diemban oleh satu harakah, tandzim, jama’ah atau firqah Islamiyah tertentu. Ia pun mustahil dilakukan hanya dengan satu bentuk pendekatan dakwah; apakah tabligh saja, taklim saja, tarbiyah (pendidikan) saja, tatsqif (penyebaran wawasan) saja, amal khidami (pelayanan) saja, iqtishadi (ekonomi) saja, siyasah (politik) saja, jihad saja, dlsb. Terlebih lagi, gerakan Islam saat ini menghadapi tantangan yang cukup berat. Realita dakwah gerakan Islam kontemporer sangat berbeda dengan realita dakwah gerakan Islam pertama di masa lalu yang dimotori oleh Rasulullah SAW,

  1. Dakwah Islam pertama merupakan suatu tatanan yang menghimpun seluruh kekuatan kaum muslimin, sedangkan gerakan Islam kontemporer hanya menghimpun sebagian dari mereka.
  2. Gerakan Islam pertama di masa lalu merupakan jama’atul muslimin, sedangkan gerakan Islam kontemporer hanyalah merupakan jama’ah minal muslimin. Inilah realitas yang menjadikan dakwah Islam pertama bergerak terpadu menghadapi jahiliyah, sedangkan gerakan Islam kontemporer berada dalam situasi yg sulit. Disamping dituntut untuk menghadapi gerakan jahiliyah kontemporer, ia juga dipaksa mengambil sebuah sikap yang sesungguhnya sulit, atas basis luas bangsa-bangsa muslim yang tidak tunduk padanya. Kondisi seperti ini banyak dimanfaatkan oleh tatanan-tatanan jahiliyah.

Langkah Menuju Sinergi
Mewujudkan sinergi antar gerakan Islam mungkin bukan perkara mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin diwujudkan. Oleh karena itu setiap kita harus mulai mencoba melangkah melakukan upaya pendekatan menuju sinergi.

Langkah tersebut bisa kita mulai dengan upaya-upaya berikut:
  1. Memahami ikhtilaf
  2. Melakukan hiwar haraki untuk mendekatkan persepsi
  3. Bekerjasama dalam masalah yang disepakati

Memahami ikhtilaf
Yusuf Qaradawy memaparkan beberapa langkah menuju tercapainya saling pengertian antar gerakan Islam dalam menyikapi ikhtilaf yang terjadi di antara mereka.

Pertama, bahwa untuk masalah-masalah furu’ perbedaan pendapat adalah sebuah kemestian dan rahmat. Kemestian itu terjadi karena tabiat agama Islam memang memberi peluang terjadinya perbedaan pendapat. Dalam kitab al-Arbain, Imam An-Nawawi meriwayatkan hadits dari Daruquthni, “Sesungguhnya Allah SWT telah membuat ketentuan-ketentuan, janganlah kamu melanggarnya; telah mewajibkan sejumlah kebaikan, janganlah kamu abaikan; telah mengharamkan banyak hal, janganlah kamu melanggarnya; telah mendiamkan banyak masalah sebagai rahmat bagimu, bukan karena lupa, janganlah kamu mencarinya.” Meminjam istilah Qaradawi, ada ‘kawasan kosong syariat’ yang sengaja Allah ta’ala sediakan.

Kedua, dengan mengikuti manhaj pertengahan dan meninggalkan sikap berlebih-lebihan dalam beragama. Meruncingnya ikhtilaf terjadi karena satu atau kedua belah pihak mengambil sikap berlebihan dalam beragama. Sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam pelaksanaan agama sering menyebabkan seseorang memandang rendah dan mencerca mereka yang tidak mengikutinya. Maka tak heran jika Rasulullah mencela sikap ini, “Jauhkan dari kamu sikap berlebih-lebihan dalam agama. Karena orang sebelum kamu hancur hanya sebab berlebih-lebihan dalam agama.” (HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, Al-Hakim, Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban dari Ibnu Abbas).

Ketiga, mengutamakan muhkamat bukan mutasyabihat. Ayat muhkamat memberi kepastian, sedang ayat mutasyabihat tanpa ilmu yang mendalam akan membuat seseorang yang mengikutinya mempertentangkan ayat yang satu dengan lainnya. Dari Abdullah bin Amr ra, ia berkata, “Rasulullah saw pernah keluar mendatangi dan mengecam serta mengingkari para sahabat yang sedang berbantah-bantahan tentang masalah taqdir.”

Keempat, tidak memastikan dan tidak menolak dalam masalah-masalah ijtihadiyah. Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah pernah ditanya tentang orang yang mengikuti sebagian ulama dalam masalah ijtihadiyah, apakah ia harus dihindari atau diingkari? Beliau menjawab, “Segala puji milik Allah. Orang yang dalam masalah-masalah ijtihadiyah mengamalkan sebagian pendapat ulama, tidak boleh diingkari dan dihindari. Demikian pula orang yang mengamalkan salah satu dari dua pendapat, tidak boleh dikecam. Jika dalam suatu masalah terdapat dua pendapat, maka bagi orang yang telah nampak mana yang lebih kuat boleh beramal sesuai dengannya. Tapi jika tidak, ia boleh mengikuti sebagian ulama yang dapat dipercaya dalam menjelaskan mana yang lebih kuat (rajah) di antara dua pendapat.”

Kelima, menelaah perbedaan pendapat para ulama. Dengan penelaahan yang jernih akan Nampak dalil-dalil yang melandasi perbedaan itu. Kemudian akan diketahui bahwa lautan syariah itu amat dalam dan luas. Akan Nampak kebenaran ungkapan, “Siapa yang tidak mengetahui ikhtilaf ulama, maka dia bukan ulama. Siapa yang tidak mengetahui ikhtilaf para fuqaha, maka hidungnya belum mencium bau fiqh.”

Melakukan hiwar haraki (dialog antar gerakan Islam) untuk mendekatkan persepsi
Anis Matta mengatakan bahwa frekuensi dialog bilateral antar harakah Islam perlu ditingkatkan, baik resmi maupun tidak resmi. Hiwar haraki yang sistematis, kalau toh tidak menghasilkan kesepakatan akhir, minimal akan memudahkan proses saling memahami dan mengerti antar sesama harakah Islam. Dalam konteks realitas kita, menurutnya, hiwar haraki itu membutuhkan dua hal: keluasan wawasan dan kematangan jiwa dalam menyikapi perbedaan. Pada beberapa kasus, aspek kematangan jiwa sering lebih dibutuhkan. Pasalnya, ada banyak konflik yang terjadi bukan disebabkan perbedaan sudut pandang, melainkan ketidakmatangan jiwa para peserta dialog.

Bekerjasama dalam masalah yang disepakati
Sungguh sangat elok jika para aktivis pergerakan Islam mampu duduk dalam satu majelis untuk merumuskan agenda bersama, menggarap masalah-masalah besar yang dihadapi ummat seraya mengesampingkan pertentangan-pertentangan kecil di antara mereka.

Marilah kita bekerjasama dalam menanamkan nilai-nilai keimanan dan Al-Qur’an pada jiwa generasi muda, dan membuang jauh-jauh perdebatan filsafat serta ilmu Kalam dan pengaruh ajaran-ajaran lain yang menimbulkan kebingungan dan pertentangan.

Marilah kita bekerjasama dalam membentengi generasi muda dari wabah atheisme dan segala ‘pengantar’nya berupa keraguan dan syubhat yang menggerogoti aqidah dan mengotori pemikiran.

Marilah kita bekerjasama dalam memperkuat keimanan umat kepada akhirat dan keyakinan akan balasan. Marilah kita usir segala syubhat yang berusaha mendangkalkan aqidah yang agung ini, atau segala bentuk syahwat yang menggoda manusia sehingga melalaikannya dari keyakinan ini.

Mengapa  kita tidak bekerjasama dalam meningkatkan pengajaran rukun-rukun amaliah Islam kepada kaum muslimin dan mencari cara yang terbaik untuk mendakwahkannya kepada mereka. Mengapa kita tidak bekerjasama dalam memperjelas, memperkokoh, dan menyampaikan pilar-pilar keimanan yang enam dalam akal dan hati kaum muslimin dengan bahasa yang sederhana sesuai dengan kesederhanaan Islam.

Marilah kita bekerjasama dalam mensosialisasikan makarimul akhlaq pada diri generasi muda dan tua. Marilah kita bekerjasama dalam mengusir segala kerendahan dan kenistaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan.

Marilah kita bekerjasama dalam memelihara, mengaplikasikan, dan melindungi syariah dari permainan orang-orang yang ingin mengubah hal-hal yang qath’i (tegas dan gamblang) menjadi hal-hal yang zhanni (samar-samar); hal-hal yang muhkamat menjadi hal-hal yang mutasyabihat.

Marilah kita bekerjasama dalam mengajarkan ‘alfabeta’ Islam dan dasar-dasar aqidah, ibadah, akhlak dan adab yang tidak diperselisihkan oleh para ulama. Kita pun perlu bekerjasama menyampaikan dakwah Islam kepada semua penduduk bumi dengan bahasa yang mereka pahami, agar mereka dapat mengenal Islam secara benar dan tidak menjadi korban kejahatan musuh-musuh Islam yang merusak gambaran agama yang hanif ini.

Mengapa kita tidak bekerjasama menggarap pekerjaan yang sangat besar ini serta mempersiapkan para da’i  dan dana yang memadai?

Mengapa para pemikir dan aktivis Islam tidak melupakan perselisihan mereka mengenai masalah-masalah juz’iyyah ijtihadiyah, untuk kemudian menyatukan barisan dan front mereka dalam menghadapi kekuatan-kekuatan besar yang bersepakat menghancurkan mereka? Kenapa harus berputar pada masalah yang diperselisihkan yang menyebabkan kita lalai mengerjakan masalah lain yang kita sepakati yang jumlahnya jauh lebih banyak?

Maraji
Fiqhul Ikhtilaf, DR. Yusuf Qaradawi
Aids Haraki, Fathi Yakan
Dari Gerakan ke Negara, H.M. Anis Matta
Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Hasan Al-Banna
Waqfah Tarbawiyah, Lembaga Pengkajian Da’wah Islamiyah
Madah Tarbiyah, Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah Islamiyah

sumber : http://al-intima.com/harakatuna/sinergi-gerakan-islam

1 komentar:

insidewinme said...

Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

Post a Comment

 

PKS TV Sudan