Oleh: Abu Khadijah Bin Agil
SEPERTI tahun-tahun sebelumnya, peringatan Valentine`s Day (V-Day)
akan kembali banyak dirayakan oleh banyak remaja.
Mall-mall dan pusat
perbelanjaan tidak mau kalah start, turut bersolek menampilkan atribut
dan dekorasi yang menandai datangnya “hari cinta” dengan menghadirkan
aksesoris seperti bunga mawar merah, lambang love, bahkan memberikan
potongan harga besar-besaran demi menyambutnya.
Dalam banyak catatan sejarah, V-Day merupakan warisan paganisme
(Dewa-Dewi) zaman Romawi kuno. Mereka meyakini pertengahan bulan
Februari merupakan bulan cinta dan kesuburan. Kepercayaan ini kemudian
diwarnai oleh kaum Kristen Katolik Roma dengan nuansa Kristiani. Salah
satu bentuk ‘akuisisi’ atas mitos paganisme ini adalah dengan mengganti
nama anak-anak gadis mereka dengan nama Paus atau Pastor dan mendapat
dukungan Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I.
Seiring berjalannya waktu, ketika Kaum Barat berhasil melakukan
simbolisasi terhadap tokoh Valentino, ditunjang pula dengan penguasaan
media dan informasi, sejak saat itu V-Day menyebar ke seluruh penjuru
dunia. Ia menjadi ajang menyatakan “cinta dan kasih sayang” kepada
pasangan. Kekuatan media dimanfaatkan betul untuk memborbardir massa
tentang personalisasi Valentino sebagai tokoh yang layak dikenang
sepanjang masa oleh siapa saja yang berjuang demi “cinta.”
Betulkah propaganda mereka tentang cinta itu? Tidak usah jauh-jauh,
lihatlah ke sebelah Timur. Iraq porak-poranda akibat gempuran tentara
Salibis, Muslimah-nya diperkosa oleh tentara-tentara hidung belang,
orangtua dan anak-anak menjadi korban pembantain, ribuan lainnya
terpaksa menjadi pengungsi di negeri sendiri.
Betulkah cinta yang mereka ekspor ke generasi ini? Lihatlah, angka
perceraian yang tinggi, anak-anak menjadi rusak karena keluarga broken
home, prostitusi yang merajelela bahkan dilegalkan oleh negara, aborsi,
orangtua dititipkan dip anti jompo. Inikah cinta yang mereka pekikkan?
Bandingkan dengan titian cinta nabi kepada kita, umatnya. Di kala
Thaif dan Uhud menjadi hari-hari terberat sang Nabi. Pengorbanannya bagi
umat tiada berbanding. Teguh terhadap dakwah mewarnai hari-hari Rasul
akhir zaman ini. Kecemasannya pada nasib umat selalu mengemuka. Ia
adalah Rasul yang penuh cinta kepada umatnya. Cinta itu berbalas,
generasi sahabat (generasi pertama) adalah generasi yang juga sangat
mencintainya.
Sesungguhnya, V-Day tidak lain merupakan wajah buruk budaya Barat. Di
satu sisi, mereka memasihkan kata cinta dengan bunga di tangan sebelah,
tangan satunya menikam dan menjerumuskan ke dalam jurang kerusakan
moral.
Betul, tidak semua hal yang bersumber dari Barat berakibat buruk.
Namun, dalam hal perayaan hari Valentine’s ini jelas-jelas buruk dan
merusak generasi muda.
Ada dua hal yang menandai keburukan hari ini.
Pertama, kaburnya sumber perayaan itu sehingga tidak laik umat Islam untuk ikut merayakannya.
Kedua, umumnya, perayaan Valentine’s dilakukan dengan pasangan alias
kekasih atau pacar yang jelas ditentang dalam agama kita. Ketika telah
bersinggungan dengan pacaran, tak pelak akan menyeret pada perbuatan
yang tidak semestinya, gaul bebas, hubungan intim, dan sebagainya.
Setahun silam, berita memiriskan datang dari Kediri, Jawa Timur tahun
lalu. Di kota tersebut dan mungkin di kota-kota lainnya, penjualan
kondom mengalami peningkatan tajam menjelang tanggal 14 Februari. Kondom
tersebut didistribusikan ke hotel-hotel sekitar untuk melayani
permintaan dari penyewa kamar hotel. Bagaimana dengan tahun sekarang
ini?
Terjadinya kasus seperti di atas tak lain karena pemahaman remaja
yang menyimpang dalam mengartikan hari kasih sayang. Anggapan sementara
sebagian para remaja, hari kasih sayang adalah hari bercinta, bercumbu,
memberikan seluruh raga kepada sang kekasih, meskipun belum ada ikatan
suci yaitu pernikahan.
Ketika hari Valentine’s tiba, mereka meninggalkan orangtua mereka
dengan pacar-pacar mereka, pergi ke tempat wisata atau sekedar pergi ke
hotel-hotel kelas melati. Parahnya lagi, hotel pun sudah siap
memfasilitasi perbuatan-perbuatan mesum mereka dengan menyediakan stok
kondom yang mencukupi.
Sayangnya banyak para remaja kita yang justru mengimitasinya.
Keikutsertaan ini tidak dibersamai tindakan reflektif yang mencerminkan
akibat dan dampak dari apa yang mereka lakukan. Seakan, membuktikan
cinta itu hanya ada di hari yang satu ini, bahwa ia mencintai setulus
hati, dengan beragam tanda-tanda yang menyertainya sebagai penguat
ungkapan cintanya. Tidak sedikit di antaranya, dari kata-kata menuju
“tindakan” yang seharusnya baru dilakukan oleh pasangan yang telah sah
menjadi suami-istri.
Padahal, Allah telah menjelaskan dalam al-Qur`an perihal para “pembebek” suatu perbuatan tanpa dasar ilmu.
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُول
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Israa [17]:
36).
Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)
bersabda: “Kamu telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu
sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga jika mereka
masuk ke dalam lubang biawak, kamu tetap mengikuti mereka.” Kami
bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah yang engkau maksudkan itu adalah
orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani?” Baginda bersabda: “Kalau
bukan mereka, siapa lagi? (HR. Bukhari Muslim).
Lewat sabdanya, Nabi menunjukkan kekhawatiran yang sangat atas nasib
generasi sepeninggalnya yang melepaskan atribut dan identitas
keislamannya dengan mengikuti tradisi dan budaya yang bertentangan
dengan Islam itu sendiri. Kebodohan menjadi penyebab utama di balik
sikap mengekor budaya ‘orang lain’ tanpa menimbang dampaknya.
Tiga Dampak V-Day
Dalam Islam, konsep cinta telah diletakkan pada tempat yang
semestinya, tidak menyimpang dari naluri manusia itu sendiri, juga
selaras dengan titian ilahi sebagai nilai-nilai moralnya. Menjadi
seorang muslim itu berbeda. Kita tidak butuh cinta semu berbalut nafsu
atas nama maksiat. Kita butuh bukti bukan janji. Kita tidak butuh
slogan-slogan cinta bila faktanya tak ada.
Cinta dan kasih sayang yang diobral, ibarat baju yang diobral seribu
tiga. Cinta dan kasih sayang itu jadi murahan dan kehilangan nilai serta
rasanya. Cinta dalam Islam diperlakukan dengan agung. Cara memperoleh
pasangan juga sudah diatur sedemikian rupa agar tidak melanggar harkat
dan martabat manusia sebagai manusia. Harga diri masing-masing individu
juga dijaga, bukan untuk diobral yang dapat menimbulkan fitnah.
Sementara, Valentine`s Day akan memunculkan dan membentuk pola perilaku tercela.
Pertama, munculnya akhlak tasyabbuh yaitu akhlak yang meniru orang lain tanpa mengetahui ihwal dilakukannya hari V-Day tersebut. Dengan meniru dan merayakan praktek kasih sayang yang tidak benar itu, membuat keluhuran kasih sayang dalam Islam, perlahan tapi pasti, menjadi pudar, tak lagi populer, dan pada akhirnya dapat punah ditelan masa.
Pertama, munculnya akhlak tasyabbuh yaitu akhlak yang meniru orang lain tanpa mengetahui ihwal dilakukannya hari V-Day tersebut. Dengan meniru dan merayakan praktek kasih sayang yang tidak benar itu, membuat keluhuran kasih sayang dalam Islam, perlahan tapi pasti, menjadi pudar, tak lagi populer, dan pada akhirnya dapat punah ditelan masa.
Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) telah
memagari umat dengan sabdanya, “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia
termasuk kaum tersebut.” (HR. Tirmidzi).
Kedua, dengan meniru orang lain menunjukkan ketidakberdayaan umat
Islam yang pada gilirannya akan meninggalkan ciri-ciri ketinggian nilai
Islam, menanggalkan identitas keislaman. Pada akhirnya, membuat umat
Islam berperilaku mengikuti trend yang sedang berkembang di
tengah-tengah masyarakat.
Dengan mengikuti V-Day, bukan saja mengikuti pesta untuk menyatakan
kasih sayang namun juga mengikutsertakan seks bebas, fashion, pakaian
minim, dansa dansi, dan mengumbar nafsu lainnya.
Ketiga, V-Day secara tidak langsung memberi keuntungan kepada pihak
kapitalis dan menjadikan umat Islam sebagai konsumennya. Mereka yang
membuat, memproduksi barang untuk kepentingan perayaan, sementara
pembelinya adalah umat Islam.
Karenanya, sikap kita mestilah berbanding lurus dengan sikap yang
mencerminkan jati diri seorang muslim. Perayaan hari kasih sayang atau
V-Day tidak lebih sekedar upaya peringatan kematian seorang pendeta yang
dipandang sebagai ‘martir’ cinta. Berbicara tentang cinta dan kasih
sayang, Islam tidak kehabisan bahan untuk itu. Terlebih salah satu
pondasi berdiri tegaknya ajaran Islam karena Rahmatan lil Alamin yang
salah satunya memprioritaskan hak (cinta) kepada Allah dari yang lain.
Hanya saja, alih-alih menjajal cinta kepada Allah justru cinta kepada
sesama manusia sering disalahtafsirkan dengan berpacaran, ber-kholwah
(berdua-duaan) di tempat-tempat ramai atau sepi, melakukan hubungan
biologis pra-nikah. Akibat dari peringatan V-Day ini lahirlah anak-anak
tanpa bapak disertai merajalelanya aborsi.
V-Day adalah bencana budaya buat kita semua. Peringatan V-Day sudah
waktunya kita eliminasi lalu kita jadikan sebagai monumen kecelakaan
sejarah yang tidak perlu ditangisi apalagi diikuti. Peringatan ini,
sekaligus untuk para orangtua yang memiliki anak remaja.*
Penulis adalah Staf Pengajar di Ponpes. Darut Tauhid, Malang-Jawa Timur
Sumber : http://hidayatullah.com/read/21035/07/02/2012/islam-dan-
0 komentar:
Post a Comment